Kamis, 30 Juli 2009

Arjuna Yang Terbuat Dari Kulit Manusia


Seperangkat wayang kulit ini disebut Wayang Jimat. Dari ukurannya, tokoh-tokohnya, sama antara Wayang Jimat ini dengan wayang kulit umumnya. Kata Jimat pada Wayang Jimat ini diambil dalam bahasa Jawa. Jimat berarti benda pusaka yang memiliki kesaktian atau kekuatan. Jadi, jika diterjemahkan, Wayang Jimat berarti sebuah benda pusaka berupa wayang yang memiliki kesaktian lebih.

Seperangkat Wayang Jimat yang berisi sekitar 80 tokoh pewayangan ini telah berusia ribuan tahun. Saking tuanya, bahkan beberapa warna masing-masing tokoh wayangnya pun perlahan sudah pudar kerena ditelan usia.

Wayang Jimat ini sejak jaman dahulu sampai sekarang tidak pernah berpindah tempat. Dipercaya, wayang-wayang ini hanya boleh berada dan bersemayam di kawasan Lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Kampung Ndakan, Kenalan, Magelang, Jawa Tengah.

Diterangkan oleh Sumitro (70) pewaris Wayang Jimat sekaligus sesepuh Kampung Ndakan, Wayang Jimat ini harus dirawat secara turun temurun oleh sesepuh Kampung Ndakan, tidak boleh oleh orang dari daerah lainnya.

“Wayang Jimat harus berada di Kampung Ndakan. Pewaris Wayang Jimat bukan secara turun-temurun berasal dari garis keturunan keluarga sendiri. Namun pewaris wayang ini haruslah orang yang dituakan di Kampung Ndakan yang dianggap mampu menjaga dan merawatnya,” kata pria yang telah 30 tahun merawat wayang keramat tersebut.

Diterangkan tentang asal muasal Wayang Jimat oleh pria yang juga seorang dalang wayang kulit ini, Wayang Jimat merupakan salah satu benda keramat peninggalan dari salah satu keraton yang ada di tanah Jawa ini, yaitu Keraton Kasunanan Surakarta.

Kala itu, ada seorang pangeran darah biru dari Keraton Surakarta menderita sakit yang berkepanjangan. Berbagai tabib telah mencoba untuk menyembuhkan penyakitnya. Namua tetap saja, sang pangeran tak sembuh juga.

Hingga akhirnya sampailah kepada pengobatan tabib yang terakhir. Si tabib tersebut mengatakan kepada pangeran kalau sakit tersebut hanya bisa disembuhkan oleh seorang pertapa sakti yang berasal lereng Gunung Merbabu yang bernama Ki Ajar Ndaka.

Bersama para pengawal setia istana, sang pangeran segera dibawa menuju ke lereng gunung yang kini membatasi dua kota di wilayah Jawa Tengah, yaitu kota Magelang dan Salatiga. Benar, di lereng gunung ini memang terdapat seorang pertapa bernama Ki Ajar Ndaka yang dimaksud.

Setelah menceritakan penyakitnya kepada Ki Ajar Ndaka, segera pertapa sakti ini pun mengobati sakit sang pangeran. Setelah dibacakan mantera dan berbagai ramuan obat diberikan, Ki Ajar Ndaka langsung memerintahkan sang pangeran untuk pulang dan segera istirahat.

Beberapa hari setelahnya, berangsur-angsur sakit yang menahun tersebut mulai sembuh. Sang pangeran menyambut bahagia atas kesembuhannya. Segera, pihak keraton mengutus para punggawa dan prajurit untuk menemui Ki Ajar Ndaka dan memboyong ke Keraton Surakarta sebagai tamu kehormatan.

Sebagai ucapan terimakasih serta balas jasa, Ki Ajar Ndoko lantas diangkat sebagai kerabat kerajaan, namun tawaran tersebut ditolah Ki Ajar Ndaka. Akan diberi sebidang tanah berikut emas dan harta benda pun, dengan rendah hati pertapa ini juga menolaknya.

Segala pemberian yang diberikan keraton ditolaknya, sampai akhirnya pihak keraton menyodorkan sebuah peti kayu yang berisi seperangkat wayang kulit bernama Wayang Jimat, baru Ki Ajar Ndaka bersedia menerimanya.

Dibawalah Wayang Jimat tersebut kembali ke tempat pertapaan Ki Ajar Ndaka di lereng Gunung Merbabu. Dengan setia, pertapa ini selalu merawat benda pusaka pemberian Keraton Surakarta tersebut sampai dirinya meninggal.

Ketika akan meninggal, dirinya berpesan agar Wayang Jimat ini selalu dirawat dan dipelihara serta digelar untuk menghibur orang yang sedang kesusahan. Oleh Ki Ajar Ndaka, Wayang Jimat tersebut bukan diwariskan kepada anak cucu keturunannya, melainkan diwariskan kepada sesepuh warga kawasan lereng Merbabu.

Makam Ki Ajar Ndaka kini terletak di sebelah timur kampung yang selalu diselimuti kabut ini. Untuk mengenang jasanya, daerah tempat di mana Ki Ajar Ndaka menghabiskan seluruh hidupnya untuk bertapa tersebut lantas dimanakan Kampung Ndakan, diambil dari nama belakangnya, yaitu Ndaka.

Arjuna alias Janoko


Seperangkat Wayang Jimat tersimpan dalam kotak berbahan kayu jati dengan ukuran panjang sekitar 1 m, lebar 3 m dan tinggi kurang lebih setengah meter. Wayang tua ini kini berada di rumah kediaman Sumitro, sesepuh kampung. Peti ini masih asli, alias masih utuh seperti ketika Ki Ajar Ndaka menerimanya dari Keraton Surakarta dulu.

Wayang Jimat ini sangat dikeramatkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Tengah. Ini karena Wayang Jimat dipercaya memiliki kekuatan unsur magis yang kuat melekat pada salah satu tokohnya, yaitu tokoh wayang Janoko.

Pada umumnya, wayang kulit akan terbuat dari kulit sapi. Namun wayang tokoh Janoko dari Wayang Jimat ini terbuat dari bahan yang tidak lazim, yaitu terbuat dari kulit manusia. “Yang terbuat dari kulit manusia hanya tokoh Janoko saja. Kalau tokoh yang lain pada Wayang Jimat sama saja, bahannya terbuat dari kulit sapi,” tegasnya.

Dikatakan oleh bapak tiga orang anak ini kepada KRjogja.com, konon bahan kulit yang dipakai untuk membuat tokoh Janoko alias Arjuna atau Permadi pada Wayang Jimat adalah kulit dari seorang pemuda suatu desa yang tinggal di sekitar daerah Surakarta, yang hidup ketika jaman Keraton Kasunanan Surakarta belum didirikan.

“Kalau siapa orang yang kulitnya dijadikan untuk bahan pembuatan wayang tokoh Janoko, saya tidak bisa memastikan siapa orangnya. Namun yang pasti, dalam pembuatnnya dahulu, air yang dipergunakan untuk menyamak wayang Janoko ini adalah bekas air yang digunakan untuk memandikan jenazah mayat,” imbuhya.

Salah satu tokoh kesatria dalam Pandawa Lima di Wayang Jimat ini memiliki bentuk serta perawakan sama seperti tokoh wayang Janoko pada umumnya, yaitu berperawakan kecil, hidung mancung dan bertubuh tinggi.

“Umumnya, wayang Janoko itu akan berwarna kuning terang, tapi Janoko di Wayang Jimat ini warnanya lebih gelap dan hitam. Ini disebabkan bahannya yang terbuat dari kulit manusia. Wayang kulit biasa, kalau diraba akan terasa kasar, namun wayang Janoko ini kalau diraba rasanya lembut, kulitnya tipis serta ringan.”

Wayang Janoko ini pun seolah memiliki nyawa. Ketika berada di dalam peti jati tempat disimpannya Wayang Jimat, sering terdengar suara gaduh yang berasal dari dalam peti, bahkan suara orang seperti sedang mengetuk peti pun acap terdengar. Suara itu baru reda jika si perawat wayang ini memberikan sesaji.

Tiap malam Jumat Kliwon, Janoko ini selalu meminta sesaji. Sesaji tersebut berupa kembang, dupa, dan air putih, yang kesemuanya diletakkan di atas peti. “Selama 30 tahun saya merawat Wayang Jimat, saya belum pernah terlambat memberikan sesaji. Saya tidak tahu akan terjadi apa jika sesaji itu terlabat diberikan.”

Ketika pagelaran Wayang Jimat ini digelar, kembali…. Sang Janoko ini pun selalu menunjukan kalau dirinya itu hidup. “Saya sering merasakan sesuatu yang berbeda ketika saat Janoko akan tiba dimainkan, Janoko tersebut seperti hidup,” aku Sumitro.

Ketika giliran tokoh Janoko ini tampil di tangan sang dalang, wayang ini seolah bergerak-gerak sendiri tanpa dimainkan oleh dalang. Jadi, justru tangan sang dalang lah yang mengikuti gerak wayang tokoh Janoko ini yang bergerak-gerak dengan sendirinya.

“Hanya para pewaris saja yang boleh mementaskan Wayang Jimat ini, selain itu tidak ada yang kuat memainkannya. Pernah ada seorang dalang yang memainkan Janoko Wayang Jimat ini, tapi dalang tersebut tidak kuat. Dikatakan oleh dalang tersebut, ketika mau dimainkan, Janoko tersebut terasa berat dan membuat tangannya bergetar.”

Mengabulkan Segala Permintaan

Dalam setahun, sedikitnya Wayang Jimat ini wajib 2 kali ditampilkan dalam pagelaran wayang kulit. Kedua pegelaran itu pun harus dilaksanakan di Kampung Ndakan pada bulan Sapar dan bulan Syawal, bulan yang merupakan bulan baik dalam kelender penanggalan Jawa.

Dalam setiap pementasannya, berbagai sesaji yang harus dipersiapkan oleh Sumitro, sebelum Wayang Jimat digelar. Sesajen itu diantaranya 2 buah ingkung ayam, 2 buah tumpeng, 2 sisir pisang, 2 buah kain jarik, 2 buah jagung, 2 batang tebu, 2 cangkir minuman kopi, 2 cangkir minuman teh, 2 buah jenang putih dan 2 buah kemenyan.

“Perlengkapan sesajen yang disediakan sepasang, ini dimaksudkan sebagai perlambang kalau kehidupan di dunia itu membutuhkan suatu keseimbangan di dalamnya, seperti halnya Sang Pencipta selalu menciptakan makhluknya berpasangan.”

Sumitro mengaku, dalam setiap pementasan Wayang Jimat yang dilakukannya, dirinya tidak pernah menentukan lakon alias judul atau tema apa yang akan diusungnya terlebih dahulu dalam pagelaran Wayang Jimat nantinya. Itu semua muncul dengan sendirinya.

Ketika sesajen telah dipersiapkan semua dan dupa dinyalakan, Sumitro kemudian membacakan mantera yang dahulu juga dibaca oleh pewaris-pewaris Wayang Jimat ini sebelum dirinya. Pada saat itulah, baru sang dalang ini mendapat wangsit tentang lakon yang harus dimainkannya saat itu.

“Kalau masalah lakonnya apa nanti, seperti itu sudah jalan dengan sendirinya, seolah ada yang mengarahkan saya untuk memainkan lakon tersebut dari awal hingga akhir nantinya. Jadi yang menentukan lakonnya itu bukan saya, tapi Wayang Jimat itu sendiri.”

Selama pegelaran Wayang Jimat berlangsung, dupa pun tetap harus selalu dibakar dan tidak boleh padam mengharumkan aroma magis pagelaran wayang ini. Dupa tersebut baru bisa dimatikan ketika kedua gunungan kembar pada wayang disatukan, pertanda pagelaran Wayang Jimat telah usai.

“Selain bulan tersebut, Wayang Jimat ini juga bisa ditampilkan, asalkan itu merupakan suatu pagelaran nadzar Wayang Jimat. Kalau yang untuk nadzar, Wayang Jimat boleh digelar di luar Kampung Ndakan dan boleh dilaksanakan kapan saja,” tambahnya.

Artinya, setiap orang yang memiliki keinginan baik, kemudian si orang tersebut berjanji jika keinginannya nantinya tercapai, dia akan memenuhi janjinya tersebut, yaitu dengan menanggap Wayang Jimat ini. Itulah yang dimaksud denga nadzar terhadap Wayang Jimat.

Kebanyakan dari mereka yang melakukan nadzar Wayang Jimat adalah mereka yang ingin mendapatkan pekerjaan, dinaikan jabatannya, ingin mendapat momongan, dimajukan penghasilan dan bisnis usahanya. Bahkan dari yang dahulu miskin kemudian kini menjadi kaya raya pun ada.

“Siapapun orangnya yang nadzar Wayang Jimat, pasti segala permintaannya akan terkabulkan. Namun jangan lupa, nadzar tersebut harus ditepati. Kalau tidak ditepati, nanti akan berbalik menjadi petaka bagi orang tersebut,” ingat Sumitro. (van)

Minggu, 12 Juli 2009

Meniru Kesuksesan Joko Tarub Di Sekar Langit


Tempat ini berupa air terjun, bernama Sekar Langit. Dalam bahasa Jawa, Sekar berarti bunga, dan Langit berarti langit, maka jika diterjemahkan berarti bunga yang turun dari langit.

Air terjun Sekar Langit merupakan tetesan mata air yang berasal dari puncak gunung Telomoyo, gunung yang membatasi antara kota Salatiga dan kota Magelang di Jawa Tengah. Air terjun setinggi sekitar 30 meter ini, aliran air nantinya akan mengalir ke arah barat menuju ke aliran sungai Elo untuk nantinya bermuara di laut selatan Jawa.

Wilayah dimana air terjun ini berada, termasuk ke dalam wilayah Telogorejo, Magelang, Jawa Tengah. Warga sangat menghormati air terjun yang satu ini, hal ini lantaran sebuah runtutan kisah dongeng klasik dibalik pesona Sekar Langit.

Ya… disebut-sebut, air terjun Sekar Langit ini merupakan air terjun yang terdapat dalam dongeng legenda Joko Terub, seorang pria iseng yang mencuri selendang bidadari yang sedang mandi di sebuah air terjun.

“Dari para orang tua dan sesepuh desa dahulu memang menceritakan seperti itu, bahwa air terjun Sekar Langit ini adalah air terjun yang ada dalam cerita legenda Joko Tarub, yaitu tempat dimana Joko Tarub mengintip bidadari yang mandi di air terjun,” terang Subandi (65), sesepuh kampung Telogorejo.

Dalam legenda rakyat ini menceritakan, Joko Tarub adalah seorang anak Bupati Tuban, Jawa Timur yang sejak kecil hidup dan tinggal di Desa Tarub, salah satu desa yang kini berada di wilayah Salatiga. Joko Tarub adalah seorang pemuda desa yang memiliki kegemaran, yaitu gemara berburu burung.

Suatu pagi, seperti biasanya Joko Tarub melaksanakan rutinitasnya berburu burung. Selama seharian keluar masuk hutan, namun burung buruan tak didapatkannya, hingga tibalah Joko Tarub di suatu rimba lebat di kaki Gunung Telomoyo.

Di hutan ini, bukannya suara kicauan burung yang didengarnya, namun sayup-sayup dari kejauhan Joko Tarub malah mendengar suara canda tawa para gadis di sela-sela suara gemercik air terjun.

Terbawa rasa penasaran, ditelusurilah arah suara itu berasal. Bukan kepalang terkejutnya Joko Tarub akan apa yang ditemuinya dari sumber suara itu, dilihatnya sekelompok gadis cantik sedang asik mandi tanpa mengenakan busana sehelaipun.

Dari balik bebatuan, pemuda ini pun mengintip pemandangan yang seumur hidup belum pernah disaksikannya tersebut, hingga kemudian munculah niat nakal Joko Tarub untuk mengambil salah satu dari beberapa pakaian berikut selendang yang tergeletak di bebatuan tak jauh dari tempatnya mengintip.

Matahari perlahan terbenam, pertanda senja mulai tiba. Para gadis-gadis cantik yang sedang bugil ini mulai menyudahi mandinya untuk segera bergegas menuju ke bebatuan tempat dimana pakaiannya diletakkan. Satu persatu, gadis-gadis ini mulai mengenakan pakaiannya masing-masing.

Setelah semua pakaian para gadis dikenakan, kain selendang pun diikatkan di pinggulnya. Satu persatu, gadis-gadis misterius ini mulai terbang dan melesat menuju langit. Diketahui, ternyata selendang yang dikenakan di pinggul para gadis tersebut adalah sebagai pengganti sayap yang dipergunakan untuk terbang menembus awan.

Baru disadari oleh Joko Tarub, bahwa ternyata gadis cantik yang semenjak tadi diintipnya itu adalah sekelompok bidadari dari kayangan yang sedang turun ke bumi untuk mandi di air terjun yang kini disebut air terjun Sekar Langit ini.

Tak sia-sia Joko Tarub mencuri pakaian dan selendang dari salah satu bidadari jelita tersebut. Ini artinya, Joko Tarub akan berhasil memiliki satu diantara para makhluk cantik penghuni khayangan ini, karena pastilah akan ada salah satu bidadari yang tidak bisa pulang kembali ke khayangan.

Benar, semua bidadari telah terbang kembali ke khayangan, tinggal satu bidadari saja yang masih tertinggal di air terjun belantara ini, lantaran pakaian dan selendangnya telah dicuri oleh Joko Tarub tadi. Bidadari malang ini bernama Nawang Wulan.

Bak seorang dewa penolong, tiba-tiba Joko Tarub muncul dari balik bebatuan untuk menemani kegelisahan Nawang Wulan. Ditengah kebingungannya, akhirnya Nawang Wulan menerima ajakan Joko Tarub untuk diajak pulang ke rumah Joko Tarub.

Sesampainya di rumah, Joko Tarub bergegas lari ke lumbung padi yang terletak di belakang rumahnya. Segera, Joko Tarub menyembunyikan pakaian serta selendang milik Nawang Wulan yang dicurinya tadi.

Setelah cukup lama dua sejoli ini hidup tanpa ikatan dalam satu rumah, akhirnya Joko Tarub pun menikahi Nawang Wulan. Dari pernikahan antara manusia dengan bidadari ini akhirnya terlahir seorang bayi perempuan bernama Nawangsih.

Sebagai makhluk khayangan, ternyata Nawang Wulan memiliki kesaktian, yaitu mampu merubah setangkai padi menjadi nasi sebakul. Jadi, untuk mencukupi kebutuhan makan nasi sekeluarga, Nawang Wulan hanya cukup membutuhkan setangkai padi saja yang dimasukan ke dalam sebuah bakul yang ditutup untuk nantinya akan menjadi nasi.

Namun pada suatu hari kesaktian Nawang Wulan ini akhirnya hilang. Pagi itu, Nawang Wulan akan berangkat ke sungai untuk mencuci pakaian. Sebelum berangkat, wanita cantik ini berpesan kepada Joko Tarub suaminya untuk sementara mengasuh Nawangsih di rumah dan jangan sekali-kali membuka bakul nasi sebelum dirinya pulang.

Hari mulai siang, Nawang Wulan tak kunjung pulang, sedangkan Nawangsih menangis terus-menerus. Joko Tarub pun kebingungan, dirinya lantas membuka bakul hendak mengambil nasi untuk menyuapi Nawang Wulan. Bukannya nasi yang didapat, namun Joko Tarub hanya menemukan setangkai padi dalam bakul nasi tersebut.

Sampainya di rumah, Nawang Wulan melihat bakul nasi telah terbuka. Kecewanya Nawan Wulan kepada Joko Tarub yang tidak mengindahkan larangannya. Ini artinya kesaktian yang dimiliki Nawang Wulan akan hilang.

Setelah kejadian itu, hampir setiap hari Nawang Wulan harus mengambil beras di lumbung belakang rumah untuk ditanaknya menjadi nasi. Sehingga untuk membuat nasi, dirinya harus menanak nasi sendiri, tanpa bisa menggunakan kesaktiannya.

Lama kelamaan padi di lumbung pun kian menyusut. Pada suatu hari, di sela-sela tumpukan padi bagian paling bawah, Nawang Wulan menemukan sebuah bungkusan kain berisi pakaian dan kain selendang miliknya yang ketika dahulu hilang saat mandi di air terjun bersama teman-taman bidadari.

Baru disadari Nawang Wulan, ternyata selama ini dirinya telah dibohongi oleh suaminya, bahwa sesungguhnya pakaian dan selendangnya tidaklah hilang, melainkan dicuri dan disembunyikan oleh Joko Tarub hingga membuat dirinya tidak bisa pulang ke khayangan.

Dikenakanlah kembali pakaian bidadari berikut selendang miliknya, segera berubahlah Nawang Wulan ke wujud aslinya, yaitu bidadari. Dalam kemarahannya, Nawang Wulan menemui Joko Tarub dan bersumpah untuk meninggalkan bumi dan akan tinggal kembali ke khayangan serta untuk selamanya tidak akan menemui Joko Tarub.

Nawang Wulan juga meminta Joko Tarub untuk dibuatkan sebuah dangau, yaitu gubuk bambu kecil yang tertutup rapat. Jika Nawangsih menangis, maka Joko tarub harus meletakkan anak mereka ini di dangau. Jika suara tangis itu sampai ke khayangan, maka Nawang Wulan akan turun ke bumi untuk menyusui dan menidurkan Nawangsih.

Sepeninggal Nawang Wulan, tinggalah Joko Tarub seorang diri yang merawat Nawangsih. Setiap kali putrinya ini menangis, tak lupa Joko Tarub selalu ingat pesan istrinya untuk meletakkan putrinya di dangau.

Joko Tarub hanya bisa meratapi serta mendengarkan suara merdu Nawang Wulan yang sedang menyusui dan menyanyikan lagu tidur untuk Nawangsih dari balik bilik bambu tersebut, tanpa bisa memandang wajah cantik Nawang Wulan sedikitpun.

Seiring berjalannya waktu, umur Nawangsih telah beranjak besar dan tidak menyusui lagi. Ini berarti, Nawang Wulan tidak akan turun ke bumi lagi untuk menyusui dan menidurkan putrinya di dangau. Berarti pula, untuk selamanya Joko Tarub tidak bisa mendengar lagi suara merdu Nawang Wulan istrinya.

Membuat Cantik Dan Awet Muda

Kini air terjun yang ada dalam legenda Joko Tarub ini, yaitu air terjun Sekar Langit masih sering dikunjungi orang, baik yang ingin sekedar berwisata menikmati indahnya pesona air terjunnya ataupun pun bagi mereka yang ingin mendapat khasiat air dari air terjun ini.

Subandi mengatakan bahwa air dari air terjun Sekar Langit ini banyak dimanfatkan orang karena pancaran khasiatnya. “Mereka percaya bahwa air dari air terjun Sekar Langit memiliki khasiat, baik untuk penyembuhan penyakit atau untuk hal yang lainnya,” kata ayah tiga orang anak ini.

Air terjun Sekar Langit ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dari penyakit yang ringan seperti gatal-gatal sampai kepada penyakit kronis yang dari kaca mata medis sudah tidak dapat disembuhkan lagi.

“Banyak yang jauh-jauh datang ke sini hanya untuk meminum air dari air terjun Sekar Langit ini. Bahkan, ada pula yang membawa pulang airnya dengan menggunakan botol. Air dari Sekar Langit ini bisa diminum secara langsung, karena berasal dari sumber mata air gunung sehingga terjamin masih alami.”

Dikatakan oleh kakek 4 orang cucu ini, tuah kesuksesan Joko Tarub dalam hal menggaet gadis cantik pun juga masih sering terjadi di tempat ini. Artinya, antara pria dan perempaun yang bertemu di tempat ini, diyakini suatu saat akan menjadi berjodoh dan menjadi pasangan hidupnya.

“Biasanya, kejadian ini dialami oleh pria dan perempuan sesama pengunjung di air terjun Sekar Langit ini yang sebelumnya sama sekali tidak saling kenal. Tanpa disadari, suatu saat nanti keduanya akan bertemu lagi dan menjadi pasangannya. Hal ini sudah banyak yang membuktikan kebenarannya.”

Bagi yang sulit jodoh, terutama kaum pria, juga sering menjadikan tempat ini sebagai tempat ritual untuk mendapatkan jodoh. Dalam melakukan ritual, biasanya batu tempat Joko Tarub mengintip bidadari-bidadari yang sedang mandi di Sekar Langit adalah tempat paling makbul untuk dilakukannya ritual.

Di batu dengan diameter sekitar 5 meter yang terletak di sebelah selatan air terjun, para pengalab berkah pencarian jodoh ini sering melakukan meditasi dengan cara melakukan pembakaran dupa atau kemenyan sambil menghadap ke arah timur laut, yaitu menghadap ke arah air terjun berada.

“Kalau yang memohon seperti itu, biasanya dilakukan pada malam hari, yaitu pada malam Jumat Kliwon atau malam Selasa Kliwon. Sering sekali pada malam-malam itu saya lihat beberapa pria yang memasuki areal sekitar air terjun Sekar Langit,” katanya.

Masih tentang khasiat dari air terjun Sekar Langit, diyakini air terjun Sekar langit juga berkhasiat untuk menambah aura kecantikan seorang perempuan. Ya.… konon dari aura gaib yang terpancar dari air terjun yang satu ini dapat membuat para perempuan akan bertampah cantik bak bidadari.

Dengan mandi atau cukup sekedar membasuh muka saja dengan menggunakan air dari air terjun Sekar Langit, mampu membuat kulit wajah menjadi cerah bersinar serta memperlambat proses penuaan alias bisa awet muda.

Selain itu, ada pula anggapan lain tentang erotisme khasiat dari air terjun Sekar Langit ini, yaitu air dari tempat ini dipercaya mampu dimanfaatkan untuk menambah padat, berisi serat kencangnya payudara di dada bagi perempuan. Caranya yaitu sambil mandi, air terjun yang mengucur ini langsung dikenakan ke bagian utama identitas kewanitaan ini.

Dapat dengan cara dikenakan secara langsung, atau boleh juga dikenakan sedikit demi sedikit atau diserempet-serempetkan saja ke buah dada. Yang penting, air dari air terjun Sekar Langit harus mengenai payudara secara langsung sebelum air tersebut jatuh menyentuh bumi.

Nawang Wulan Turun Ke Bumi

Warga masyarakat sekitar meyakini, konon Nawang Wulan dan teman-teman bidadari dari khayangan masih sering pula turun ke bumi untuk mandi dan bermain-main air serta menikmati segarnya air terjun di Sekar Langit ini.

Kejadian demi kejadian aneh pun acap terjadi di lokasi Langit ini, seolah semakin menguatkan angapan bahwa para makhluk cantik penghuni khayangan memang gemar berada di air terjun Sekar Langit.

Misalnya ketika hujan turun. Setelah hujan reda, sering sekali akan dapat terlihat warna indah pelangi menghiasi langit sekitar wilayah Telogorejo, wilayah tempat dimana air terjun Sekar Langit berada.

Jika palangi itu diturut ujungnya, maka bias ujung pelangi tersebut akan jatuh berada tepat di air terjun Sekar Langit. Menurut kepercayaan Jawa, pelangi merupakan jalan atau jembatan penghubung antara kahayangan dan bumi yang sering dipergunakan para bidadari yang ingin turun ke bumi.

Selain itu, pada musim kemarau sering terdengar ramai suara perempaun yang berasal dari sekitar letak air terjun Sekar Langit berada. Namun jika didekati asal suara tersebut, maka tidak akan ditemui seorang pun berada di air terjun Sekar Langit ini.

“Saya juga sering menjumpai angsa putih yang berada disekitar air terjun. Tapi jelas, itu bukan angsa sembarangan. Orang Jawa mengatakan, seorang bidadari yang turun ke bumi itu sering menjelma wujudnya menjadi seokor angsa putih jika berada di bumi,” aku Subandi. (van)

Sabtu, 11 Juli 2009

Antara Ritual Dan Seks Di Makam Roro Mendut


Tempat ini berupa sebuah makam keramat yang terletak di sebelah timur kota Yogyakarta, tepatnya di wilayah Dusun Gandu, Sendangtirto, Berbah, Sleman. Saking tuanya makam ini, bahkan sebelum kota Yogyakarta terbentuk, makam ini pun telah lama berdiam di kawasan pedesaan ini.

Makam ini cukup dikenal oleh warga, apalagi mereka yang berasal dari suku Jawa, lantaran di sinilah tempat dimakamkannya jasad Roro Mendut dan Pronocitro, sebuah legenda kisah nyata cerita cinta sejati yang pernah hidup di tanah Jawa, layaknya legenda bangsa Eropa tentang Romeo dan Juliet.

“Makam tersebut memang benar makam Roro Mendut, cerita hidup yang dahulu memang pernah ada di tanah Jawa ini,” terang Rubiyo (55) sesepuh kampung Gandu, tempat dimana makam ini kini berada.

Diceritakan Rubiyo, cerita cinta dua anak manusia tersebut terjadi sekitar abad ke-17 atau kurang lebih pada tahun 1600-an, ketika jaman Kesultanan Mataram atau embrio dari Keraton Yogyakarta masih berkuasa dibawah pimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja pertamanya.

Pada masa itu, Kraton Mataram adalah kerajaan yang menguasai hampir seluruh wilayah tanah Jawa. Guna memperluas wilayahnya, daerah-daerah di pesisir utara Jawa pun dirambah, salah satu wilayah yang ingin dikuasai oleh Mataram saat itu adalah wilayah Kadipaten Pesantenan, yang kini bernama Kabupaten Pati, masuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah.

Dalam tugas tersebut, Sultan Agung mengutus salah satu panglima tangguh Kerajaan Mataram berpangkat Tumenggung yang bernama Wiroguno untuk berangkat berperang menguasai Kadipaten Pati.

Kadipaten Pesantenan alias Kadipaten Pati ini bukanlah wilayah yang memiliki kekuatan perang yang tangguh, tak butuh waktu lama bagi Tumenggung Wiroguno untuk menguasainya. Tak dalam hitungan minggu, Pati berhasil dikuasai Tumenggung Wiroguno.

Sebagai tanda takluknya Kadipaten Pati terhadap Keraton Mataram, Adipati Pati menyerahkan upeti harta benda kepada keraton Mataram, berikut juga menyerahkan puteri angkatnya yang cantik jelita, bernama Roro Mendut. Roro Mendut adalah seorang gadis kelahiran Desa Trembagi, Pati, yang sudah sejak kecil diasuh oleh Adipati Pati ini.

Diboyonglah Roro Mendut ke Mataram dan harta benda jarahan yang lainnya. Di Mataram, Roro Mendut tinggal di lingkungan keraton. Rencananya, gadis cantik ini akan dipersunting sendiri oleh Wiroguno jika usia Roro Mendut telah matang nantinya.

Namun hasrat Sang Tumenggung bertepuk sebelah tangan, Roro Mendut enggan dipersunting oleh Wiroguno, lantaran Roro Mendut sebenarnya telah memiliki kekasih bernama Pronocitro, pemuda tampan dari daerah asalnya sana, Pati.

Diam-diam, Pronocitro pun menyusul Roro Mendut, kekasihnya. Berangkatlah pemuda ini dari Pati ke tanah Mataram. Di Yogyakarta alias Mataram, Pronocitro ini menyamar menjadi pekatik atau yang dalam bahasa Jawa berarti pegawai perawat kuda-kuda prajurit.

Mendengar kalau Pronocitro mengikutinya ke Mataram, akhirnya Roro Mendut pun meminta kepada Wriguno untuk diperbolehkan hidup di luar lingkungan keraton yang selama itu membelenggunya.

Dipilihlah daerah Sendangtirto, Berbah, yang berjarak sekitar 25 km sebelah timur Kraton Mataram, agar dirinya tetap bisa selalu bertemu dengan kekasihnya, Pronocitro, tanpa diketahui pihak istana.

Selama di pengasingannya, Roro Mendut tidak pernah di rawat oleh Wiroguno. Untuk menyambung hidupnya, gadis cantik ini hidup dengan cara berjualan rokok lintingan, yaitu rokok yang dibuat secara tradisional dari gulungan kertas yang diisi dengan tembakau.

Kala itu, rokok yang dipasarkan Roro Mendut sangat laris manis di kalangan prajurit Mataram, lantaran kertas rokok-rokok tersebut dalam proses akhir penggulungannya, selalu direkatkan dengan cara dijilat terlebih dahulu menggunakan lidah Roro Mendut yang sangat cantik dan menggoda tersebut.

Terlebih lagi, kepada setiap pembelinya, Roro Mendut yang pertama kali menghidupkan rokok tersebut. Artinya, Roro Mendut lah yang menyulutkan api, sekaligus yang pertama menghisapkan rokok tersebut untuk sang pembeli. Rokok bekas sedotan gadis muda ini konon akan lebih manis dan nikmat rasanya ketika dihisap.

Cukup lama Roro Mendut menjalin hubungan cinta sembunyi-sembunyi dengan Pronocitro melalui cara penyemaran yang demikian. Namun akhirnya, perjalanan cinta kedua muda-mudi inipun terendus juga oleh Wiroguno. Pada suatu hari, Tumenggung Wiroguno berhasil menangkap basah sejoli ini sedang berduaan.

Wiroguno naik pitam melihat kejadian tersebut. Langsung, dicabutlah keris pusaka miliknya dan menghujamkan keris tersebut ke tubuh Pronocitro. Pasangan yang sedang bermadu kasih ini pun terkejut. Melihat Pronocitro yang diserang, segeralah Roro Mendut membalikkan badannya seolah menutupi dan menjadi perisai tubuh kekasihnya.

Keris Wiroguno akhirnya menusuk punggung belakang Roro Mendut. Namun sayang, keris itupun juga akhirnya tembus sampai menusuk ke dada Pronocitro, tewaslah sepasang kekasih ini secara bersamaan. Roro Mendut tewas ketika memeluk kekasihnya, Pronocitro.

“Roro Mendut dan Pronocitro dikuburkan dalam satu kuburan. Jadi, di kuburan tersebut dimakamkan dua jasad sekaligus,” lanjut Rubiyo.

Akhirnya, sepasang kekasih ini pun dimakamkan di tempat dimana kejadian tragis itu terjadi. Keduanya pun dimakamkan dalam satu liang lahat, masih dalam keadaan saling berpelukan erat.

Pedagang Yang Ingin Sukses

“Dulu, makam Roro Mendut dan Pronocitro ini ada juru kuncinya. Namun sekarang sudah tidak ada lagi, karena juru kuncinya telah meninggal. Jadi makam tersebut sudah tidak ada yang merawat dan menjaganya,” kata ayah 3 orang anak ini.

Makam Roro Mendut dan Pronocitro ini kini terketak di sebuah kebun warga yang tidak terawat. Dibuatlah sebuah rumah kecil, yang dalam bahasa Jawa disebut cungkup. Di bangunan cungkup berukuran sekitar 4 x 5 meter tersebut di dalamnya berisi pusara Roro Mendut dan Pronocitro.

Nisan tempat dimakamkan jasad kedua insan ini tidak terbuat dari batu seperti nisan pada umumnya, malainkan hanya sederhana saja terbuat dari kayu setinggi kurang lebih setengah meter, di sekitar nisan tersebut ditutupi oleh kain kafan berwarna putih.

Diterangkan oleh Rubiyo, makam Roro Mendut dan Pronocitro ini banyak dikunjungi warga yang ingin mengalab berkah di hadapan pusara keduanya.

Walau pada hari biasa kuburan tua ini sering dikunjungi orang, namun pada hari tertentu, yaitu pada malam Jumat Kliwon atau pada malam Selasa Kliwon makam ini lebih ramai dikunjungi orang.

“Makam ini akan ramai didatangi orang pada malam Jumat Kliwon dan malam Selasa Kliwon, kadua hari inilah yang banyak dipilih orang untuk melakukan ritual dan diyakini akan membuat terkabul semua permintaan,” lanjutnya.

Dari sekian banyak permintaan, kebanyakan dari para pengalap berkah yang datang ke makam ini adalah mereka yang berprofesi sebagai padagang yang ingin bisnis serta dagangannya diberikan kelancaran.

Hal ini diyakini, karana semasa hidup, Roro Mendut adalah merupakan seorang pedagang rokok yang sukses. Jadi, tuah makam Roro Mendut ini dipercaya sangat membantu mendatangkan berkah pula bagi mereka yang berprofesi sebagai pedagang.

“Banyak yang telah sukses dengan melakukan ritual di makam ini. Yang datang tak hanya warga dari wilayah sini saja, bahkan orang-orang dari daerah yang jauh pada datang ke makam Roro Mendut ini, ingin supaya permohonannya terkabul,” terang kekek seorang cucu ini.

Ngeseks Di Kuburan

Ada serangkaian prosesi yang kudu dilakoni para peritual yang ingin mengalab berkah di makam Roro Mendut dan Pronocitro ini agar permohonan nantinya bisa terkabul.

Agar proses ritual menjadi sempurna, siapapun orangnya yang melakukan kegiatan spiritual di makam tersebut disarankan untuk melakukan serangkaian ritual sebanyak 3 kali. Bisa 3 hari berturut-turut atau bisa pula dihari yang berbeda, yang penting jumlah ritualnya genap sebanyak 3 kali.

Peritual harus membawa sesajen berupa kembang setaman dan dupa atau pula kemenyan. Selain itu, peritual juga harus menyediakan pula bedak dan rokok untuk sesajen, karena perlengkapan inilah yang sering dibawa Roro Mendut ketika berjualan rokok dahulu semasa hidupnya.

Setelah itu, barulah dupa dan kemenyan tersebut dibakar. Sambil meletakan sesajen berikut bedak dan rokok tersebut di dekat pusara nisan kayu itu, tak lupa kemudian peritual memanjatkan permohonan yang diharapkannya.

Setelah doa dan permohonan dipanjatkan di hadapan pusara Roro Mendut dan Pronocitro, para pengalab berkah ini harus melakukan prosesi ritual mengelilingi kompleks luar makam.

Perjalanan mengelilingi makam ini cukup dilakukan sekali putaran saja. Gerak putaran mengelilingi makam ini harus berlawanan arah dengan putaran jarum jam alias bergerak dengan arah putaran ke arah kiri.

Ada hal mistis berbau erotis yang harus dilakukan setiap peritual sebagai tahap terakhir menyempurnakan serangkaian ritual permohonan di makam ini. Setelah mengelilingi makam, para pengalab berkah diwajibkan melakukan persetubuhan alias melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita.

“Memang, kegiatan berhubungan badan di makam tersebut telah berlangsung sejak lama, dari dahulu hingga sekarang. Yang datang memohon ke makam tersebut pasti datang secara berpasang-pasangan. Saya juga pernah melihatnya sendiri,” tambahnya.

Persetubuhan diakhir ritual ini dimaknakan sebagai simbol penyatuan jiwa dan cinta antara dua insan manusia, seperti halnya cinta Roro Mendut dan Pronocitro yang dibawa sampai mereka berdua mati.

“Dalam melakukan hubungan badan di makam Roro Mendut tersebut, bisa dilakukan di luar kompleks, atau di dalam cungkup itu. Yang penting harus melakukan hubungan badan seperti suami istri,” beber Rubiyo.

Namun diyakini, agar permohonannya menjadi makbul, persetubuhan yang dilakukan tersebut haruslah hubungan seks antar muhrim. Artinya, hubungan seksual tersebut haruslah hubungan badan antara suami atau istri yang sah, bukan dengan yang lainnya.

Peritual yang permohonannya terkabulkan, setelah melakukan serangkaian ritual di makam Roro Mendut dan Pronocitro ini sebanyak 3 kali, dalam mimpi tidurnya akan didatangi oleh sesosok perempuan cantik, dialah Roro Mendut. Dan bisa dirasakan, setelah itu akan terjadi kelancaran dan laris dalam usaha dagang yang digelutinya. (van)